Sabtu, 28 Juni 2014

Fiqh Muamalah



EKONOMI ISLAM ADALAH FIQH MUAMALAH
(TINJAUAN TEORITIS)

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Pada Mata Kuliah Fiqh Muamalah (FM)
Dosen Pengampu : Ali Amin Isfandiar, M.Ag.

Oleh :
Arina Zulfa Sa’ida
NIM. 2013113108
Semester / Kelas : 1 / C

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
2013
EKONOMI ISLAM ADALAH FIQH MUAMALAH
(TINJAUAN TEORITIS)

A.    Pendahuluan
Ilmu Fiqh semakin menghadapi tantangan yang besar dan beragam ditandai dengan pesatnya kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dalam realita kehidupan, manusia berusaha untuk memenuhi berbagai macam keperluan hidupnya seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Kita semua tidak dapat lepas dari masalah ekonomi seperti pertukaran barang, uang, dan jasa menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan ini.
Segala kegiatan yang bersangkutan dengan usaha-usaha untuk memenuhi keperluannya dinamakan ekonomi. Dalam Islam, ekonomi adalah ilmu sosial yang mengkaji masalah-masalah ekonomi manusia didasarkan pada syari’at Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Islam sebagai agama yang juga mengatur masalah-masalah kehidupan materi dan pula mengatur suatu sistem ekonomi yang khas, yang disebut ekonomi Islam. Maka dari itu sudah menjadi kewajiban setiap muslim yang melakukan kegiatan ekonomi harus mengenal hukum-hukum syari’at Islam yang berkaitan dengan hal tersebut seperti dalam Fiqh Muamalah yang membahas tentang syarat dan rukun dalam melakukan transaksi ekonomi.
Demikian pentingnya permasalahan ini, sehingga kita harus mengetahui dasar-dasar Fiqh Muamalah dalam menjalankan transaksi yang sesuai dengan syari’at Islam. Sehingga dalam makalah ini saya akan membahas tentang “Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah” dengan sub-sub topiknya adalah definisi ekonomi Islam, definisi Fiqh Muamalah, dan Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah.



B.     Pembahasan
EKONOMI ISLAM
 
                                        
SAMA
FIQH MUAMALAH

SUMBER

Bagian dari ILMU-ILMU KEISLAMAN
 



                                   
SUMBER OTORITATIF (Al-Qur’an & Hadits)
 




Predikat Islam memberi ciri utama yang harus berlandaskan sumber  Islam, khususnya wahyu. Di sisi  lain, didalam tradisi ilmu-ilmu  keislaman ada disiplin ilmu yang disebut dengan  ilmu fiqh. Ilmu fiqh  ini mencakup beberapa cabang fiqh, satu di antaranya disebut fiqh mu’amalah. Jenis fiqh mu'amalah ini mencakup pokok bahasan berupa hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia yang berkaitan dengan transaksi, sehingga meliputi jual beli, sewa menyewa,  upah, perjanjian / kontrak, perdagangan, titipan, harga, dan sejenisnya. Fiqh mu'amalah hanya menawarkan atau mengajarkan hasil pemikiran ulama masa lalu dan tidak pernah ada upaya mempraktekkannya yang lebih sistematis. Maka, fiqh mu'amalah tidaklah berkembang dan tidak pula menyentuh dunia nyata.[1]
            Fiqh mu’amalah menjadi judul materi kuliah, bahkan juga menjadi  nama jurusan atau program studi.  Pelajaran fiqh mu’amalah di perguruan tinggi sama saja dengan pelajaran fiqh mu'amalah di sekolah atau  madrasah  tingkat dasar dan menengah. Fiqh mu’amalah mandeg, bukan saja tidak berkembang sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman, namun juga hampir tidak pernah dipraktekkan dalam bentuk yang  terbuka atau formal.[2]
a)      Ekonomi Islam
Istilah ekonomi Islam atau bank Islam itu pertama kali muncul dari Fakultas Syari’ah atau dalam pembahasan dan muktamar mengenai Fiqh. Di Indonesia wacana ekonomi Islam / syari’ah sangat terlambat. Bank Muamalat baru muncul pada tahun 1992, sementara itu di negara lain sudah jauh lebih lama. Kini, bank syari’ah sudah sangat cepat perkembangannya, meskipun belum mencapai 1% dari seluruh asset bank.[3]
Ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama dan syari’at Islam. Sumber-sumber ekonomi Islam itu sendiri : Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena Al-Qur’an merupakan firman (kalam) Allah yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi kehidupan dan perilaku manusia.[4] Sedangkan As-Sunnah adalah pemahaman dan aplikasi Nabi terhadap Al-Qur’an.[5]
Ekonomi  Islam dengan semua cabang dan produknya adalah bagian dari  ilmu-ilmu keislaman, bukan bagian dari ilmu ekonomi konvensional, meskipun sangat mungkin dan terbuka bahwa ahli ekonomi konvensional mendalami dan menjadi expert dalam bidang ekonomi Islam.[6]
Sistem ekonomi Islam berdasarkan Tauhid, yang sangat mengutamakan moral, nilai dan norma agama. Dengan berlandaskan Tauhid, sistem ekonomi Islam sangat mengutamakan keadilan, kesatuan, keseimbangan, kebebasan dan tanggung jawab dalam mewujudkan kesejahteraan umat manusia.[7] Islam menegakkan sistem ekonomi dan seluruh sistem kehidupannya berlandaskan asas Tauhid yang bertujuan menegakkan keseimbangan ekonomi dalam kehidupan individual dan masyarakat. Dengan demikian sistem ekonomi Islam berusaha mengentaskan kehidupan manusia dari ancaman pertarungan, perpecahan akibat persaingan, kegelisahan dan kekacauan akibat kerasukan, dan ancaman-ancaman keselamatan, keamanan serta ketentraman, menuju kepada kehidupan yang damai dan tenteram di bawah naungan Allah.[8]
Salah satu ciri yang menonjol dalam sistem ekonomi Islam adalah sistem ini tidak boleh dipisahkan dari dasar-dasar aqidah dan nilai-nilai syari’at Islam. Satu lagi ciri sistem ekonomi Islam yang membedakannya dengan sistem yang lain ialah ia mewujudkan keseimbangan di antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Dalam sistem ekonomi Islam kepentingan individu dan kepentingan masyarakat adalah sehaluan dan selari, bukannya bertentangan diantara satu sama lain sebagaimana yang dirumuskan oleh sistem-sistem lain. Untuk mewujudkan keseimbangan ini, sistem ekonomi Islam memberi kebebasan bagi anggota masyarakat untuk terlibat dengan berbagai jenis kegiatan ekonomi yang halal disamping menyelaraskan beberapa bidang kegiatan tersebut menerusi kekuasaan undang-undang dan pemerintahan.[9]
Dalam Al-Qur’an dan Hadits terdapat pengaturan masalah ekonomi, dengan maksud memberi arah bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Al-qur’an dan Hadits juga mengisyaratkan bahwa manusia diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menjalankan kegiatan ekonominya, baik dengan mengeploitasi sumber alam secara langsung seperti pertanian, pertambangan, maupun yang tidak langsung seperti perdagangan dan berbagai kegiatan produktif lainnya.
      Allah berfirman :
واذكروا الله فضل من وابتغوا الارض في فانتشروا  الصلاة  قضيت فاذا
 تفلحون  لعلكم كثيرا الله
Artinya : Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumu’ah : 10)[10]

b)     Fiqh Muamalah
Fiqh Muamalah terdiri atas dua kata, yaitu Fiqih dan Muamalah. Menurut etimologi (bahasa), Fiqh adalah الفهم yang berarti paham, sedangkan menurut terminologi Fiqh diartikan sebagai bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci. Pada perkembangannya, ulama Fiqh membagi Fiqh menjadi beberapa bidang, salah satunya adalah Fiqh Muamalah. Fiqh Muamalah merupakan bagian / cabang dari bagian-bagian materi pembahasan Fiqh.[11]
Muamalah menurut etimologi adalah bentuk masdar dari kata عامل  yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling beramal. Jadi, Fiqh Muamalah adalah pengetahuan tentang kegiatan / transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syari’at, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil Islam secara rinci, misalnya dalam persoalan jual beli, hutang piutang, kerja sama dagang, perserikatan, kerja sama dalam penggarapan tanah, dan sewa menyewa.[12]
Dasar Hukum Fiqh Muamalah adalah Mubah, kecuali terdapat nash yang melarangnya. Dengan demikian, kita tidak bisa mengatakan bahwa sebuah transaksi itu dilarang sepanjang sebelum/tidak ditemukan nash secara sharih melarangnya.[13]
Sumber-sumber Fiqh secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil naqly yang berupa Al-Qur’an dan Al-Hadits, dan dalil Aqly yang berupa akal (ijtihad). Penerapan sumber Fiqh Islam ke dalam 3 sumber, yaitu Al-Qur’an, Al-Hadits, ijtihad.
1.      Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan bahasa Arab yang memiliki tujuan kebaikan dan perbaikan manusia, yang berlaku di dunia dan akhirat. Al-Qur’an merupakan referensi utama umat Islam, termasuk didalamnya masalah hukum dan perundang-perundangan. Sebagai sumber hukum yang utama, Al-Qur’an dijadikan patokan pertama oleh umat Islam dalam menemukan dan menarik hukum suatu perkara dalam kehidupan.
2.      Al-Hadits
Al-Hadits adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan. Al-Hadits merupakan sumber Fiqh kedua setelah Al-Qur’an yang berlaku dan mengikat bagi umat Islam.
3.      Ijma’ dan Qiyas
Ijma’ adalah kesepakatan mujathid terhadap suatu hukum syar’i dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW. Suatu hukum syar’i agar bisa dikatakan sebagai ijma’, maka penetapan kesepakatan tersebut harus dilakukan oleh semua mujtahid, walau ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ijma’ bisa di bentuk hanya dengan kesepakatan mayoritas mujtahid saja. Sedangkan Qiyas adalah kiat untuk menetapkan hukum pada kasus baru yang tidak terdapat dalam nash (Al-qur’an maupun Al-Hadits) dengan cara menyamakan pada kasus baru yang sudah terdapat dalam nash.[14]

c)      Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah
Di sini perlu kita kutip definisi ilmu ekonomi konvensional untuk memperjelas posisi ekonomi Islam. Ekonomi konvensional biasanya diberi definisi sebagai Ilmu sosial yang membahas problem mengenai penggunaan atau pengaturan sumber daya yang terbatas (alat-alat produksi) untuk memperoleh pemenuhan terbesar dan secara maksimum dari kebutuhan manusia yang tidak terbatas (tujuan produksi). Definisi lain yang dikemukakan oleh Alfred Marshall yang dikutip oleh Richard G. Lipsey dkk, menyebutkan bahwa ilmu ekonomi adalah studi orang dalam kebiasaan kehidupan bisnis yang bisa berjalan. Lipsey dkk juga mengemukakan bahwa ilmu ekonomi adalah studi mngenai penggunaan sumber daya yang jarang untuk memuaskan keinginan manusia yang tidak terbatas.[15]
Yang benar, Ekonomi Islam adalah Fiqh muamalah atau cabang dari ilmu Fiqh atau ilmu-ilmu keislaman, bukan cabang dari ilmu ekonomi sekuler. Ada beberapa alasan, antara lain : Pertama, ekonomi Islam termasuk perbankan syari’ah adalah dari ilmu Islam yang disebut Fiqh atau bahkan dari syari’ah. Ekonomi Islam muncul dari para ulama, khususnya fuqaha’, baik klasik (kyai) atau modern (sarjana). Kedua, ada beberapa ide atau istilah yang berbeda dan bertentangan dengan tradisi keilmuan ekonomi sekuler. Perbedaan mendasar ini mencakup sumber utama, dalam hal ini wahyu, maupun beberapa konsep, atau lebih tepatnya ajaran.[16]
Ini berarti ada perbedaan mendasar jika kita bandingkan antara sistem ekonomi konvensional dan sistem ekonomi Islam. Antara lain, konsep mengenai kedudukan hak milik, peran manusia, cara memperoleh harta, penggunaan harta, dan sebagainya juga mempunyai perbedaan mendasar dengan ekonomi sekular. Di Indonesia sendiri judgment akhir yang berkaitan dengan kesyari’ahan adalah Dewan Syari’ah Nasional, lembaga yang didirikan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia).[17]
Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah artinya Ekonomi Islam sama dengan Fiqh muamalah. Indikator persamaannya, yaitu :
Ø  Fiqh Muamalah adalah bagian dari ilmu-ilmu keislaman, seperti Ilmu tafsir, ilmu hadits , ilmu Fiqh, ilmu kalam, ilmu Nahwu dsb.
Ø  Ilmu-ilmu ke-Islaman bersumber dari sumber otoritatif (Al-Qur’an dan Hadits)
Oleh karena ekonomi Islam sama dengan Fiqh Muamalah, maka ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu-ilmu ke-Islaman yang bersumber dari sumber otoritatif.

C.    Penutup
Setelah memaparkan rangkaian pembahasan dalam makalah ini, kesimpulan dan saran pembahasan yang komprehensif dapat disampaikan sebagai berikut :
1.      Kesimpulan
Ekonomi Islam adalah Ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama dan syari’at Islam. Sedangkan Fiqh Muamalah adalah Pengetahuan tentang kegiatan / transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syari’at, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil Islam secara rinci. Dasar Hukum Fiqh Muamalah adalah Mubah, kecuali terdapat nash yang melarangnya. Sumber-sumbernya berasal dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan demikian, kita tidak bisa mengatakan bahwa sebuah transaksi itu dilarang sepanjang sebelum/tidak ditemukan nash secara sharih melarangnya.
Jadi, Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah artinya Ekonomi Islam sama dengan Fiqh muamalah. Maksudnya sama-sama Ilmu ke-Islaman yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang didasarkan pada aturan agama dan hukum syari’at Islam.
Indikator persamaannya, yaitu :
Ø  Fiqh Muamalah adalah bagian dari ilmu-ilmu keislaman, seperti Ilmu tafsir, ilmu hadits , ilmu Fiqh, ilmu kalam, ilmu Nahwu dsb.
Ø  Ilmu-ilmu ke-Islaman bersumber dari sumber otoritatif (Al-Qur’an dan Hadits)
Oleh karena ekonomi Islam sama dengan Fiqh Muamalah, maka ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu-ilmu ke-Islaman yang bersumber dari sumber otoritatif.
2.      Saran Pembahasan
Dalam pembahasan tentang Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah yang penulis sampaikan terdapat kelemahan dan kekurangan. Adapun kekurangan tersebut terletak pada proses penulisan materi, penyampaian, juga dalam penjelasan mengenai Bab Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah.
Namun penulis meyakini sesuatu yang mantap dapat berjalan sesuai dengan ridho-Nya, untuk itu penulis mantapkan pada satu hukum/pendapat yang diyakini hati.
DAFTAR PUSTAKA

A.    Buku
1.      Azizy, A. Qodry, Membangun Fondasi Ekonomi Umat , Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004.
2.      Kahf , Monzer, Ekonomi Islam, Yogyakarta : Aditya Media, 2004.
3.      Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010.
4.      Syafe’i, Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, 2004.

B.     Internet


[1] A. Qodry Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), hlm.175
[2] Ibid, hlm. 178
[3] Ibid, hlm. 179
[4] Monzer Kahf, Ekonomi Islam (Yogyakarta : Aditya Media, 2004), hlm. 7
[5] Ibid, hlm. 13
[6] A. Qodry Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Op.Cit., hlm. 180
[7] Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 115
[8] Ibid, hlm. 160
[9] “Hubungan Ekonomi Islam dengan Fiqih Muamalah” di http://wardahcheche.blogspot.com/2013/05/hubungan-ekonomi-islam-dengan-fiqih.html (diakses 4 september 2013)
[10] A. Qodry Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Op.Cit., hlm. 116-117
[11] Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2004), hlm. 13
[12] Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, Op.,Cit., hlm. 14
[13] Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah Op.,Cit., hlm. xviii
[14] “Fiqih Muamalat (Pengertian, Ruang lingkup,Sumber Hukum, Asas, Prinsip serta Akad dan hak)” , di http://elshidiqy.blogspot.com/2010/12/fiqih-muamalat-pengertian-ruang.html (diakses 3 september 2013)
[15] A. Qodry Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Op.Cit., hlm. 190
[16] A. Qodry Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Op.Cit., hlm. 190-191
[17] Ibid, hlm. 191-192

Tidak ada komentar:

Posting Komentar